Advis Plan III Biang Kerok
Dalam advis plan I dan II masih ada akses jalan pantai. Tapi pada advis plan III, sudah tidak ada lagi dan kemudian direklamasi hingga menjorok ke laut.
TIM penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menilai, indikasi adanya tindak pidana korupsi dalam kasus pembangunan Hotel Barata di Pantai Pasir Panjang, terjadi pada perubahan advis plan II ke advis plan III.
Perubahan kedua advis plan tersebut ditandatangani pada tahun 2014 dan 2015 oleh Kepala Dinas (Kadis) Tata Kota dan Permukiman Wilayah Kota Kupang Hengky Ndapamerang.
“Pada advis plan I dan II masih ada akses jalan pantai. Tapi pada advis plan III sudah tidak ada lagi akses jalan pantai dan di lokasi itu kemudian dibangun reklamasi (menjorok ke laut),” ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT Ridwan Angsar kepada wartawan, Jumat (1/4).
Dia menjelaskan, dalam gambar advis plan III, akses jalan pantai sudah hilang, sehingga dilakukan pembangunan reklamasi sampai masuk wilayah laut. “untuk itu, kami sudah periksa saudara Ejbends Doeka (mantan Kabag Ekonomi yang kini menjabat Kadispora) dan Stefanus Seng Pawe yang saat itu menjabat Kabid Tata Bangunan,” tambahnya.
Ejbends Doeka, diperiksa secara tertutup oleh penyelidik Robert Jimmy Lambila di ruang Kasi Penyidikan. Sedangkan Stefanus Seng Pawe diperiksa penyelidik Max Jeferson Mokola di ruang staf Kasi Eksekusi dan Eksaminasi.
Untuk merampungkan penyelidikan, tambah Ridwan, tim penyelidik akan terus memeriksa semua pihak terkait Hotel Barata. Penyelidik juga akan memeriksa pihak Hotel Barata dan BPN Kota Kupang yang mengeluarkan sertifikat hak guna bangunan (HGB).
Sebelumnya, pada Selasa (29/3) lalu, penyelidik juga telah memeriksa Nicky Uly selaku mantan Kadis Tata Kota dan Permukiman Wilayah Kota Kupang dan mantan Kabag Tata Pemerintahan Yanuar Dalli.
Keduanya mendatangi Kejati NTT pukul 12.00 wita dan mulai diperiksa pukul 13.00 Wita hingga pukul 16.30 Wita. Pemeriksaan terhadap keduanya berlangsung tertutup dan diperiksa oleh Kepala Seksi Penyidikan Robert Jimmy Lambila.
Nicky diperiksa karena kewenangannya mengeluarkan rekomendasi perizinan dengan melakukan kajian teknis terkait IMB dan AMDAL Hotel Barata yang mulai dibangun sejak tahun 2011 tersebut. Sedangkan Yanuar Dalli memiliki kebijakan rekomendasi perizinan terhadap lahan yang digunakan termasuk pembebasan lahan dari Pemkot kepada Manajemen Barata Group.
Nicky Uly kepada wartawan usai pemeriksaan mengatakan, selaku Kadis Tata Kota saat itu, ia yang mengeluarkan advis plan I untuk pembangunan Hotel Barata pada tahun 2011.
“Setelah keluarkan advis plan I, tahun 2013 saya pensiun. Dan memang tidak ada masalah. Saya diperiksa singkat. Jaksa bilang kalau masih butuh keterangan saya baru mereka panggil lagi. Prinsipnya saya siap memberikan keterangan,” kata Nicky.
Perubahan kedua advis plan tersebut ditandatangani pada tahun 2014 dan 2015 oleh Kepala Dinas (Kadis) Tata Kota dan Permukiman Wilayah Kota Kupang Hengky Ndapamerang.
“Pada advis plan I dan II masih ada akses jalan pantai. Tapi pada advis plan III sudah tidak ada lagi akses jalan pantai dan di lokasi itu kemudian dibangun reklamasi (menjorok ke laut),” ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT Ridwan Angsar kepada wartawan, Jumat (1/4).
Dia menjelaskan, dalam gambar advis plan III, akses jalan pantai sudah hilang, sehingga dilakukan pembangunan reklamasi sampai masuk wilayah laut. “untuk itu, kami sudah periksa saudara Ejbends Doeka (mantan Kabag Ekonomi yang kini menjabat Kadispora) dan Stefanus Seng Pawe yang saat itu menjabat Kabid Tata Bangunan,” tambahnya.
Ejbends Doeka, diperiksa secara tertutup oleh penyelidik Robert Jimmy Lambila di ruang Kasi Penyidikan. Sedangkan Stefanus Seng Pawe diperiksa penyelidik Max Jeferson Mokola di ruang staf Kasi Eksekusi dan Eksaminasi.
Untuk merampungkan penyelidikan, tambah Ridwan, tim penyelidik akan terus memeriksa semua pihak terkait Hotel Barata. Penyelidik juga akan memeriksa pihak Hotel Barata dan BPN Kota Kupang yang mengeluarkan sertifikat hak guna bangunan (HGB).
Sebelumnya, pada Selasa (29/3) lalu, penyelidik juga telah memeriksa Nicky Uly selaku mantan Kadis Tata Kota dan Permukiman Wilayah Kota Kupang dan mantan Kabag Tata Pemerintahan Yanuar Dalli.
Keduanya mendatangi Kejati NTT pukul 12.00 wita dan mulai diperiksa pukul 13.00 Wita hingga pukul 16.30 Wita. Pemeriksaan terhadap keduanya berlangsung tertutup dan diperiksa oleh Kepala Seksi Penyidikan Robert Jimmy Lambila.
Nicky diperiksa karena kewenangannya mengeluarkan rekomendasi perizinan dengan melakukan kajian teknis terkait IMB dan AMDAL Hotel Barata yang mulai dibangun sejak tahun 2011 tersebut. Sedangkan Yanuar Dalli memiliki kebijakan rekomendasi perizinan terhadap lahan yang digunakan termasuk pembebasan lahan dari Pemkot kepada Manajemen Barata Group.
Nicky Uly kepada wartawan usai pemeriksaan mengatakan, selaku Kadis Tata Kota saat itu, ia yang mengeluarkan advis plan I untuk pembangunan Hotel Barata pada tahun 2011.
“Setelah keluarkan advis plan I, tahun 2013 saya pensiun. Dan memang tidak ada masalah. Saya diperiksa singkat. Jaksa bilang kalau masih butuh keterangan saya baru mereka panggil lagi. Prinsipnya saya siap memberikan keterangan,” kata Nicky.
BPN Jadi Kunci
Direktris PIAR NTT Sarah Lery Mboeik mengatakan, kunci penuntasan penuntasan kasus Hotel Barata berada di tangan Badan Pertanahan Nasional Kota Kupang.
“Saya kira kunci penyelesaikan kasus ini ada di tangan BPN. Langkah jaksa untuk memeriksa BPN sudah tepat karena akan dengan mudah mengetahui secara jelas soal okupasi lahan negara,” ungkap Lery, aktivis yang pertama kali “meniupkan” kasus ini ke publik.
Bagi Lery, dengan meminta keterangan dari BPN maka akan diketahui lewat sertifikat luas lahan yang dibeli pengusaha, dan wilayah mana saja yang menjadi kawasan negara yang mungkin saja diokupasi dalam pembangunan Hotel Barata.
“Sejak awal kami di PIAR sudah sampaikan bahwa problemnya ada pada penerbitan advis plan empat kali. Kami minta periksa BPN biar semuanya jelas. Tapi Kejati selalu membantah dan bilang tidak terjadi kerugian negara. Sekarang apa?” tandasnya.
Ia berharap, Kejati tetap konsisten dan menuntaskan kasus ini agar bisa diketahui siapa aktor di balik pembangunan hotel. “Advis diubah apakah untuk mengakomodir kepentingan pengusaha, ataukah perda. Siapa aktor di balik perubahan advis plan? Ataukah bawahan yang nipu Wali Kota. Ini yang akan terbongkar,” katanya. (tia/M-1)
“Saya kira kunci penyelesaikan kasus ini ada di tangan BPN. Langkah jaksa untuk memeriksa BPN sudah tepat karena akan dengan mudah mengetahui secara jelas soal okupasi lahan negara,” ungkap Lery, aktivis yang pertama kali “meniupkan” kasus ini ke publik.
Bagi Lery, dengan meminta keterangan dari BPN maka akan diketahui lewat sertifikat luas lahan yang dibeli pengusaha, dan wilayah mana saja yang menjadi kawasan negara yang mungkin saja diokupasi dalam pembangunan Hotel Barata.
“Sejak awal kami di PIAR sudah sampaikan bahwa problemnya ada pada penerbitan advis plan empat kali. Kami minta periksa BPN biar semuanya jelas. Tapi Kejati selalu membantah dan bilang tidak terjadi kerugian negara. Sekarang apa?” tandasnya.
Ia berharap, Kejati tetap konsisten dan menuntaskan kasus ini agar bisa diketahui siapa aktor di balik pembangunan hotel. “Advis diubah apakah untuk mengakomodir kepentingan pengusaha, ataukah perda. Siapa aktor di balik perubahan advis plan? Ataukah bawahan yang nipu Wali Kota. Ini yang akan terbongkar,” katanya. (tia/M-1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar