KASUS kekerasan seksual di Provinsi NTT selama beberapa tahun terakhir mengalami tren peningkatan. Pihak Komisi Nasional (Komnas) ANti Kekerasan Terhadap Perempuan bersama Rumah Perempuan Kupang dan sejumlah lembaga lain menyatakan bahwa NTT sudah masuk kategori darurat kekerasan seksual yang korbannya adalah kaum perempuan.
Ikhwal darurat kekerasan seksual di NTT itu dipaparkan Direksi Rumah Perempuan Libby Sinlaeloe, Komisioner Komnas Perempuan RI Magdalena Sitorus, dan Direktris PIAR NTT Sarah Lery Mboeik dalam roadshow media ke kantor Redaksi Victory News dan pawai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) di Kupang, Kamis (10/12).
Dipaparkan Libby bahwa data kasus dampingan Rumah Perempuan Kupang sejak 2002-30 Oktober 2015, kasus kekerasan seksual meningkat dengan total kasus mencapai 556.
Dalam roadshow media kemarin, Libby ditemani pula Conny Tiluata (dari Tafena Tabua), Amos Lafu (Ketua GMKI Cabang Kupang) dan sejumlah aktifis perempuan. Mereka diterima Redpel VN Damianus Ola dan para redaktur.
Roadshow media tersebut menjelaskan kepada media tentang kampanye anti kekerasan terhadap perempuan selama 16 hari dengan tema “Kekerasan seksual, kenali dan tangani”.
“Kampanye anti kekerasan terhdap perempuan ini dimulai dari 26 November sampai 10 Desember. Kampanye ini sebagai bentuk peringatan terhadap Hari HAM Sedunia.
Tema kampanye ini kita canangkan sejak 2009 dan kita angkat lagi karena kita melihat kondisi di NTT sudah darurat kekerasan seksual yang mana korbannya adalah wanita di mana pelakunya kebanyakan adalah orang-orang dekat,” jelas Libby.
Sejak 2002, sesuai data Rumah Perempuan Kupang, kasus kekerasan seksual terus meningkat dengan total mencapai 556 kasus. Dalam tiga tahun terakhir, yaitu 2013 ada 32 kasus, meningkat menjadi 54 kasus pada 2014 dan per Oktober 2015 sudah mencapai 61 kasus.
Darurat KDRT
Sesuai data yang ada, lanjutnya, NTT sebenarnya juga sudah darurat KDRT dengan trend peningkatan kasus yang ada. Data dampingan Rumah Perempuan Kupang membuktikan total kasus sejak 2002 sampai sekarang mencapai 1.134 kasus. Tiga tahun terakhir, pada 2013 jumlah kasus mencapai 105, pada 2014 103 kasus dan per Oktober 2015 ada 102 kasus.
Data yang sama memperlihatkan darurat trafficking. Tiga tahun terakhir, 2013 ada 35 kasus, meningkat menjadi 97 kasus pada 2014 dan per Oktober 2015 turun drastis menjadi 19 kasus.
Sarah Lery Mboeik menambahkan, kampanye antikekerasan terhadap perempuan terus dilakukan untuk menekan jumlah kasus maupun mengupayakan kaum perempuan hidup nyaman dalam segala aspek. Kekerasan seksual juga merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang akan terus diperangi.
Sementara itu, Magdalena Sitorus menjelaskan, kampanye antikekerasan terhadap perempuan merupakan kampanye internasional untuk mendorong penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.
Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologi yang terjadi di ruang publik maupun ruang privat.
“Korban kekerasan seksual masih mendapatkan hambatan dalam mengakses keadilan dan pemulihan, baik hambatan personal, sosial budaya, hukum dan politik.
Keempat hal ini sangat berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan korban untuk mengadu atau melaporkan kasusnya untuk mendapatkan keadilan dan memulihkan dirinya,” beber Sitorus.
Dia menambahkan bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.